Ramadan

Sengaja Mandi di Siang Hari saat Puasa Apakah Bisa Membatalkan Puasa?

Bagaimana hukum sengaja mandi di siang hari saat puasa, apakah bisa membatalkan puasanya atau mengurangi pahala puasa? Tidak sedikit umat muslim yang terkadang masih bingung mengenai hukum mandi secara sengaja di siang hari tatkala sedang berpuasa. Disaat cuaca sedang panas, terlebih sedang puasa dan tak boleh untuk minum, sedikit banyak masyarakat memilih mandi di siang hari untuk menyegarkan badan.

Lantas bagaimanakah hukum mandi di siang hari saat berpuasa? Apakah boleh? Secara prinsip, yang membatalkan puasa adalah masuknya minuman atau barang kedalam lubang seperti mulut, hidung atau telinga. Wahid Ahmadi, Dai dari Ikadi Jawa Tengah menjelaskan, mandi di siang hari saat berpuasa adalah boleh.

Namun demikian, mandi yang dilakukan tersebut haruslah dengan prinsip berhati hati. Jangan sampai air yang digunakan untuk mandi tadi justru tertelan ke mulut atau masuk ke hidung. Untuk menghindari agar air tak tertelan atau terhirup, maka bisa menggunakan gayung sehingga bisa tak menyiram bagian atas kepala.

"Jadi kalau model pakai shower itu hati hati ya, mandi pakai shower itu berarti diguyur dari atas, air akan rawan masuk ke dalam mulut atau hidung." "Apalagi kalau hari hari yang sudah siang dan panas misalnya mandinya jangan model begitu." "Mandi pakai gayung, jadi kita bisa menyiram badannya saja, tanpa harus menyiram muka yang dikhawatirkan air bisa masuk ke dalam mulut atau hidung," jelasnya.

Pada intinya selama bisa menjamin, air tidak masuk ke mulut atau ke hidung maka hal itu sah saja untuk dilakukan. "Jadi prinsipnya kehati hatian, bukan dilarang mandi dengan shower, dari mulai kepala kita diguyur dengan air, tidak ada larangan." Cuma hati hati karena itu rawan untuk masuknya air kedalam mulut atau hidung," kata dia.

Sementara itu, buku Panduan Ramadhan terbitan Pustaka Muslim menjelaskan, Abu Daud pernah meriwayatkan hadist yang berkaitan dengan hal tersebut. Dari Abu Bakr bin ‘Abdirrahman, beliau berkata, “Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.” ( HR. Abu Daud no. 2365) Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa seseorang seperti dijelaskan dalam buku Tuntunan Ibadah Ramadhan yang diterbitkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tahun 2020.

Orang yang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan puasanya akan batal. Dengan demikian orang tersebut wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan. Dasar: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar …” [QS. al Baqarah (2): 187].

Melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadhan juga merupakan hal yang menyebabkan batalnya puasa. Bagi yang melakukannya maka wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan, dan wajib membayar kifarah. Kifarah tersebut berupa: memerdekakan seorang budak; kalau tidak mampu harus berpuasa 2 (dua) bulan berturut turut; kalau tidak mampu harus memberi makan 60 orang miskin, setiap orang 1 mud makanan pokok.

Dasarnya : Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid” (QS. Al Baqarah: 187) . Tubasyiruhunna dalam ayat ini bermakna menyetubuhi. Dalam buku Panduan Ramadhan 'Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah' terbitan Pustaka Muslim, dijelaskan keluar mani juga menjadi penyebab batalnya puasa dan wajib menggantinya di hari yang lain. Yang dimaksud bercumbu disini ialah bersentuhan seperti ciuman tanpa ada batas atau bisa pula dengan mengeluarkan mani lewat tangan atau onani.

Sedangkan jika keluar mani tanpa bersentuhan seperti keluarnya karena mimpi basah atau karena imajinasi lewat pikiran, maka tidak membatalkan puasa. Muhammad Al Hishni rahimahullah mengatakan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena ihtilam (mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa. Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai ijma’ (konsensus ulama). (Kifayatul Akhyar, hal. 251).

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata : “Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79). Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.”

Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haid atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa pada hari tersebut.” Wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa, maka puasanya batal dan wajib menggantinya setelah Ramadan.